Minggu, 22 November 2009

Dimensi

Kulusuhkan waktu 
Dalam palung-palung kata 
Dan atara aku dan mereka 
Adalah kotak-kotak bahasa 

Kulusuhkan waktu 
Di antara tali-tali jerat 
Menggali lubang dalam langkah 
Tertatih-tatih menuju negeri entah berantah 

Laju-laju dunia 
Pada putaran masa 
Terasa sesak dan mencekik 
Dan butakan segala pandangan 
Akan warna-warna cerah 

Baju-baju usang 
Oleh keringat dan debu 
Debu-debu waktu 
Yang menyekat aku dan mereka 


Sebuah Wajah di Balik Jelaga

Kota-kota sesak 
Penuh ego dan kerumuan asap 
Dinding-dinding menjulang 
Berita baru dan berita basi 

Kota-kota sesak 
Hidupku terhuyung-huyung di antaranya 
Di tengah jelaga-jelaga pekat 
Dan wajah di baliknya 

Wajah di balik jelaga 
Menatapku lekat-lekat 
Siapa? 

Tak siang tak, malam 
Jelaga hitam, jelaga putih 
Tetap menatapku 
Tapi siapa? 

Tak hujan, tak terik 
Jelaga hitam, jelaga putih 
Terus menatapku 
Siapa dia? 

Tanyaku, tanyaku, tanyaku 
Lalu sang wajah berseru 
"Aku adalah wajah yang kau buang 
Ketika aku tak seindah kota 
Lupakah engkau dari mana kita?" 

Sungguh wajah dan jelaga marah padaku 
Hingga aku tak dikenal lagi 
Dan jelaga hitam kota 
Menutup jalan mataku 


Hidup

Apa arti hidup 
Jika dunia sudah tak layak 
Tak seperti sedia kala 
Sebab nyaman telah sirna 

Apa arti hidup 
Jika pagi pun terasa gerah 
Tak ada lagi kabut fajar 
Yang mengiringi nyanyian sejuk 

Apa arti hidup 
Jika adil tak lagi punya tempat 
Tak hadir cuma-cuma 
Namun berkawan harga 

Di mana arti hidup 
Ketika jalan mulai bercadas 
Lunturkan kokohnya niat 
Saat tanya meraguakan sesuatu di depan 

Di mana arti hidup 
Ketika malam jatuh menghitam 
Sekeliling serasa hilang 
Dan sejenak gentarkan jiwa 

Dan apa arti hidup 
Ketika aku tak henti bertanya 
Apakah aku masih hidup 


Setelah sore Itu

Mengapa kita mesti dilahirkan berbeda? 
sebab saat-saat seperti ini akan tiba 
saat hati terpaut benang merah 
lalu menyayat saat aku mencoba lepas 

apakah kau juga bertanya seperti ini? 
mungkin tidak 
namun aku tak peduli lagi 
sebab benang itu telah mencengkram ku 
padahal yang mengikatnya adalah aku sendiri 
apakah aku salah telah mengikat benang ini? 
ku rasa kau tak akan memberikan jawabannya 

namun satu hal yang mengusik tenang hati ku 
entah mengapa aku rindu saat kau tepat di depanku 
tangan ku kelu 
mulut ku beku 
seakan takut keliru dalam berucap 

apakah kau juga rindu padaku? 
ketika kunyanyikan lagu-lagu penahan air mataku 
atau hanya perasaan ku saja 
yang terlalu berharap banyak 

maaf kan aku 
bila kini aku telah berlebihan 
menyimpan rasa yang berlebihan 
meski ku tau ini kesalahan 
sebab kita di lahirkan berbeda 


Tentang Dunia

lebam-lebam biru melekat sukma 
jarum-jarum peristiwa menghujam raga 
mega-mega mengalun lepas 
tentang lengkingan-lengkingan yang beradu 
padan dalam hiruk pikuk tak jelas 

bila aku larut 
dalam temaram duka 
dan bila aku terhanyut 
dalam dekapan wajah-wajah palsu 
yang menyunggingkan irisan-irisan dalam 

kala itu aku kembali terngiang 
pada nyanyian semak d puncak sana 
lagu-lagu tentang dunia 
menyisipka kabar indah dan duka 
katanya:"dunia ini indah dalam duka, berduka dalam gemerlap" 

lalu aku kembali teringat 
pada lantunan perih tanah kota ini 
senandung tentang jelaga 
yang menghimpit sesak dada 
pada terangnya lampu-lampu kota 

bolehkah aku bertanya? 
mengapa orang-orang seakan memasung diri 
pada putaran yang membawa ki ta ke ujung kehidupan 
sedang kita tau masa itu akan datang 
meski belum ada kabar kapan ia akan tiba 

izinkan aku bertanya sekali lagi 
mengapa kita tetap berdiam diri 
pada pijakan rapuh termakan waktu 
sedangkan dari ujung sana 
ribuan busur telah melepas panah-panah yang siap runtuhkan teguh kita 

lalu aku kembali mendengar 
nyanyian belukar di puncak sana 
lagu-lagu tentang dunia 
katanya:"dunia tinggal sehasta" 

dan biala suatu saat engkau meratap 
sungguh! 
dunia ini terlalu hina untuk sekedar disesali 


catatan hari ini (kam, 19-11-09)

sepanjang hari matahari terus saja angkuh 
menikam semangat lalu mengalirkan titik masam dalam diri 
kemudian langkah teryung-huyung 
menjadikan kaki seakan tak ada arti 
namun sepanjang terik ini ada saja gemuruh terdengar 
merobek gendang telinga yang mencoba menagkap suara bisikan 
membuat aku lupa akan segalanya 
belum lagi titik-titik air sesekali jatuh mengolok lalu mengetuk perlahan kepalaku 

lalu aku kembali pada diri 
hanya bisa terbaring dengan harap 
menatap awang-awang 
sungguh tak bersemangat 

namun rasa terus saja bergulir 
dari titik satu, ke titik lain 
gesit! 
saat ku kejar 
ternyata aku terjebak dalam labirin 
dan tersesat 
sulit mengenal arah 
lalu kembali berbaring menjangkau jenuh yang terus mengusik 

rasanya sulit 
terkadang orang-orang mengajakku beranjak 
namun yang lain mencibir untuk tetap tinggal 
tapi saat aku tetap tinggal, harga diriku malah di lelang murah 
bimbang! 

namun hari ini kembali seperti hari-hari yang lalu 
hanya ada aku dan dinding-dinding biru.... 



Rabu, 19 Agustus 2009

sesuatu yang ndag jelas

Entah apa yang ingin saya tulis. tapi karena dasar memang saya suka menulis maka saya menulis. Sekalian latihan mengetik. Masalahnya, apa ya???